Senin, 13 Juni 2011

KEPEMIMPINAN YANG BERKUALITAS DI TINJAU DARI SURAT FILEMON DAN PERTUMBUHAN GEREJA



 BAB I
PENDAHULUAN
            Penelitian ini berhubungan dengan masalah kepemimpinan gereja dan pertumbuhan gereja pada zaman sekarang ini yang tidak lagi akurat sebagaimana dalam Alkitab. Berdasarkan hasil survey di lapangan maka peneliti menyajikan judul “PENAGRUH KEPEMIMPINAN TERHADAP PERTUMBUHAN GEREJA MENRURUT SURAT FILEMON 1 : 8 – 10”. Dalam bab I akan di bahas tentang : latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian.

1.    LATAR BELAKANG MASALAH
Latar belakang masalah ialah uraian singkat tentang alasan mengapa suatu penelitian dengan judul tertentu di pilih.[1]  Pdt. DR. Soenoe Raharjo, menuliskan latar belakang masalah ialah :
Suatu uraian yang berhubungan dengan masalah yang sedang di teliti, di mulai dari yang umum dan luas, kemudian menuju ke bagian sub-sub masalah yang menjurus ke arah yang agak sempit, dan makin memfokus pada masalah yang sedang di teliti, akhirnya sampai pada masalah penelitian.[2]

Dari pengertian diatas, peneliti meneliti  situasi dan kondisi para pemimpin yang tidak sesuai dengan hak dan tanggung jawabnya bahkan banyak orang yang tidak mengetahui betapa pentingnya seorang pemimpin dan juga banyak orang yang  merasa sebagai pemimpin. Oleh karena itu peneliti ingin meneliti kepemimpinan yang benar dan berkualitas yang bisa menjadi teladan bagi para generasi penerus, secara khusus kepemimpinan di dalam gereja. Sebab kepemimpinan dalam gereja pada zaman ini banyak yang sepertinya tidak bermanfaat karena tidak sesuai dengan kepemimpinan yang Alkitabiah, oleh karena perubahan situasi, politik Negara maupun persaingan organisasi secara eksternal juga persaingan gereja secara internal.
Kepemimpinan adalah termasuk tugas yang di berikan oleh Yesus Kristus kepada umat Kristen lewat GerejaNya. Pemimpin sangat di butuhkan oleh setiap manusia untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan dalam segala bidang. Dengan demikian Gereja mempunyai peranan penting dalam meningkatkan kepemimpinan untuk membina jemaat Tuhan, karena melalui pemimpin yang berkualitas maka orang-orang dapat mengerti dengan benar bagaimana sebenarnya mengikut Tuhan. Dengan adanya pemimpin yang berkualitas ini, orang dapat mengerti siapa dan untuk apa Tuhan menciptakannya yaitu sebagai garam dan terang dunia di tengah-tengah bangsa yang sedang berkembang.
Dalam masa sekarang ini semua manusia membutuhkan pemimpin, baik orang tua, kaum muda dan anak-anak tanpa kecuali. Oleh sebab itu sebagai pemimpin Gereja harus sungguh-sunggu menghayati panggilan dan tanggungjawabnya, serta memperhatikan arah dan tujuan pelayanannya atau kepemimpinannya dengan benar.
Sebagaimana di katakan DR. BRIAN J. BAILEY :
Kunci untuk naik jenjang terletak dalam sebuah kebenaran sederhana.[3] Dalam Alkitab juga di katakan : Lukas 16 : 10 “ia yang setia terhadap perkara kecil, setia juga dalam perkara besar”.[4]

Karena kepemimpinan untuk jemaat bukanlah hal yang spele, akan tetapi merupakan persoalan  yang sangat perlu di perhatikan dan di kaji sedalam-dalamnya untuk mencapai maksud Tuhan dalam keshidupan setiap orang sekaligus dalam mempersiapkan generasi muda sekarang ini menjadi pemimpin yang berkualitas terutama dalam iman kepada Yesus. Dan sanggup meneruskan cita-cita gereja dimasa yang akan datang sekaligus mampu membentuk jemaat bersifat positif dan  aktif terhadap kegiatan yang telah di programkan oleh gereja masing-masing serta mampu bersaing dengan perkembangan tekhnologi, sebagaimana yang tertulis dalam Amsal 11 : 14 “Jikalau tidak ada pimpinan, jatuhlah bangsa, tetapi jikalau penasihat banyak, keselamatan ada”.[5]
Alkitab sebagai Firman Allah mengandung prinsip-prinsip dasar pelaksanan kepemimpinan yang memberikan arah dan tujuan yang pasti dalam menyelenggarakan tugas dan tanggungjawab sebagai pemimpin yang sungguh-sungguh mengasihi Tuhan Yesus lebih dari pada sehabat-sahabat dan orang-orang di sekelilingnya. Oleh sebab itu Firman Tuhan sangatlah perlu di selidiki  dan di renungkan setiap saat serta di terapkan dalam keidupan sehari-hari. Sebab dengan menyelidiki Firman Tuhan maka para pemimpin mampu membuat ide-ide baru yang dapat membangkitkan semangat dan mempengaruhi orang-orang yang dipimpinnya, Jeff Hammond, mengatakan bahwa :
 “Seorang pemimpin harus mempengaruhi sikap dan tindakan orang, Seorang Pemimpin adalah seorang yang orang lain mau ikuti”.[6]
Jadi pemimpin itu harus mampu sebagai soko guru dalam membuat suatu rancangan yang benar serta mampu mempengaruhi pola pikir yang di pimpinnya untuk kemajuan suatu organisasi atau gereja tersebut, pemimpin harus benar-benar mampu melihat situasi dan keadaan yang akan terjadi jauh di hari depan serta mampu merealisasikannya. Dari hal inilah alasan mengenai kehidupan setiap pemimpin harus menunjukkan pekerjaan kepemimpinan yang mempengaruhi dengan baik dan juga kepemimpinan yang menghamba dengan meneladani kepemimpinan Yesus. “Dengan teguh Yesus mencari kehendak Bapa-Nya sebagai arah pelayananNya, dari pada sekedar merespon tuntutan populer orang banyak, Ia lebih berinisiatif untuk menjalankan tujuanNya”.[7]
Selain pendapat dari  Eddi Gibbs, JOHN C. MAXWELL juga memberikan tanggapan dalam bukunya mengenai kepemimpinan yaitu : “PENGARUH, kepemimpinan adalah kemampuan untuk memperoleh pengikut dengan cara mempengaruhi”.[8]
Dari pendapat ini kita dapat memberi pengertian bahwa seorang pemimpin yang tidak dapat mempengaruhi orang lain itu bukanlah pemimpin tetapi pengikut.
Cris Marantika memberikan defenisi yang begitu luas dengan mengatakan bahwa :
“seseorang yang memimpin kegiatan orang lain, namun ia juga giat bekerja untuk merealisasikan kegiatan tersebut, ia mempunyai kemampuan untuk memperhatikan dan memahami secara menyeluruh organisasi dan juga mampu mengembangkan potensi yang ada.”[9]

 Pemimpin yang benar dan kreatif itu ialah dia mampu menguasai segala pekerjaan sebab dengan cara demikianlah pemimpin itu mampu mempengaruhi banyak orang. Untuk menjalankan kepemimpin yang demikian maka para pemimpin harus menyadari cara-cara kepemimpinan dengan benar yaitu dengan kasih.
Kepemimpinan yang sebenarnya adalah perbuatan kasih yang Horizontal dan Vertikal serta sikap keadilan, inilah sebagai bagian kepemimpinan dalam perbuatan yang berkenan kepada Allah dan menjadi pemimpin yang siap sedia menghambakan diri dengan penuh kerendahan hati sebagaimana yang telah di lakukan oleh  para rasul-rasul terlebih dahulu untuk mempengaruhi orang yang tidak mengenal Yesus, dan berbalik kepada Yesus. Dalam surat Filemon Rasul Paulus memberikan banyak cara dalam mempengaruhi para pengikutnya, dan juga memberikan penekanan sikap hati yang penuh kasih dan ketabahan dalam menjalankan tugas pelayanannya, dan perilaku kepemimpinan yang sangat perlu diteladani. Penulis juga memperhatikan kepemimpinan Paulus yang begitu luarbiasa mampu mempengaruhi orang banyak, dimana orang tersebut memiliki latar belakang yang sangat berbeda-beda. Sebab Firman Allah mencatat bahwa Paulus mampu mengarahkan atau memimpin banyak orang dengan berbagai macam strategi.
Oleh karena itu perlunya kepemimpinan yang efektif dan efisien serta kepemimpinan  yang menghambakan diri pada masa kini , maka penulis membuat ini : “PENGARUH KEPEMIMPINAN TERHADAP PERTUMBUHAN GEREJA, DI GEREJA SIDANG ………MENURUT SURAT FILEMON 1 : 8-10”
2.    IDENTIFIKASI MASALAH
Menurut Winarno Surahkmad ( 1982 : 34 ) mengatakan bahwa :
Masalah adalah setiap kesulitan yang meggerakkan manusia untuk memecahkannya. Masalah dapat dirasakan sebagai suatu rintangan yang  mesti di lalui (dengan jalan) mengatasinya apabila kita berjalan terus. Masalah menampakkan diri sebagai tantantangan, oleh sebab itu dapat pula di katakana bahwa masalah yang benar-benar masalah dapat pula  di permasalahkan dalam penyelidikan, perlu memiliki unsur yang dapat menggerakkan kita untuk membahasnya, dan perlu nampak guna realistiknya, oleh sebab itu mengenal masalah seharusnya di sertai pandangan yang kritis dan selektif.[10]

Sehubungan dengan pendapat Winarno Surahkmad di atas memiliki unsur pertanyaan, maka penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut :
1.    Apakah kepemimpinan Paulus menurut Surat Filemon 1:8–10 mengandung prinsip-prinsip kepemimpinan yang dapat di pedomani oleh para pemimpin ?
2.    Apakah kepemimpinan Paulus menurut Surat Filemon 1 : 8-10 dapat di aplikasikan di Gereja Pentakosta sidang ….
3.    Apakah yang menjadi tugas dan tanggung jawab pemimpin ?
4.    Seperti Apakah Pemimpin Itu ?



3     PEMBATASAN MASALAH
Pembatasan maslah merupakan upaya untuk menetapkan batas-batas permasalahan dengan jelas dan memungkinkan untuk menghindari pengertian yang menimpang maka  di berikan pembatasan masalah sebagaimana yang telah dikatakan Winarno ( 1982 : 43 ) :
Sebab itu pembatasan masalah perlu memenuhi syarat dalam perumusan yang terbatas. Pembatasan ini bukan untuk saja memudahkan atau menyederhanakan masalah dari rancangan tersebut.[11]
Untuk lebih jelas di mengerti ruang lingkup masalah yang akan di teliti dalam perumusan masalah ini adalah sebagai berikut : untuk mengemukakan prinsip-prinsip dasar dan tanggungjawab setiap pemimpin dalam menjalankan kepemimpinan khususnya dalam organisasi Gereja.

4. PERUMUSAN MASALAH
Menurut Thomas dan S. Nasution (1980:70) mengatakan bahwa :
Problem ini harus di rumuskan dan di batasi secara sfesifik, itu merupakan  syarat mutlak. Kalau tidak maka akan timbul masalah atau bahaya. Mahasiswa itu tidak mengetahui dengan keterangan atau data apakah sebenarnya di timbulkan dari kesimpulan pada akhir Skripsinya atau tesisnya.[12]

Dengan demikian yang menjadi pembahasan atau yang menjadi rumusan masalah dari permasalahan itu adalah : bagaimanakah Kepemimpinan Paulus menurut Surat Filemon 1  : 8 -10, apakah dapat di pedomani oleh setiap pemimpin pada masa kini, dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya secara khusus dalam organisasi Gereja?

5. TUJUAN PENELITIAN
Setiap kegiatan /pekerjaan tentu saja mempunyai tujuan dan tujuan tersebut adalah merupakan cita-cita dari setiap orang yang melaksanakan pekerjaan itu sendiri. Maka dengan itu peneliti juga mempunyai tujuan dalam menjalankan penelitian ini, yaitu : untuk mengetahui dan mengemukakan apakah prinsip-prinsip kepemimpinan yang terkandung dalam surat Paulus kepada Filemon , 1 : 8-10, telah di terapkan atau di aplikasikan bagi pelayanan Gereja Pentakosta Indonesia Sidang……

6.  KEGUNAAN PENELITIAN
Segala penelitian yang benar selalu memberikan manfaat yang berarti bagi peneliti, serta dapat memberi gambaran yang sebenarnya tentanag masalah yang terjadi atau sedang di hadapi di tempat penelitian. Dengan demikian segala masalah tersebut dapat di atasi dengan segala cara dan usaha yang  di lakukan. Jadi penelitian ini di harapkan dapat memberi manfaat antara lain :
1.            Dengan mengetahui cara kepemimpinan Paulus menurut Surat Filemon 1 : 8-22, maka kepemimpinan yang Alkitabiah akan membawa pendeta atau pemimpin gereja pada penghayatan akan tugas dan tanggungjawab yang sebenarnya.
2.            Melatih penulis dalam menganalisah masalah-masalah kepemimpinan yang timbul dalam gereja serta menghadapkannya pada teks Alkitabiah dalam menyelesaikannya.
3.            Pengalaman dalam penyelitian ini benar memberikan arti yang besar bagi penulis untuk meningkatkan pengetahuan penulis.
4.            Menjadi bahan masukan /bacaan bagi setiap orang yang masih duduk di bangku pendidikan, khususnyaTheologia.
5.            Hasil penelitian dapat di gunakan untuk memotifasi dan memobilitasi setiap hamba Tuhan terutama para pimpinan gereja, Pengajar, Pejabat – pejabat gereja dan orang – orang percaya.










BAB II

LANDASAN TEORI KEPEMIMPINAN DAN PERTUMBUHAN GEREJA
A. Kerangka teorotis.
1. Pengertian Kepemimpinan.
1.1. Kepemimpinan secara umum
            Menurut kamus besar bahasa Indonesia, pengertian kepemimpinan, istilah ini memiliki arti yaitu :
1). Cara memimpin; pemimpin : orang yang memimpin. Memimpin yaitu : mengetuai, mengepalai, ,memandu, melatih, memenangkan paling banyak.[13] Jadi yang di maksud dengan kepemimpinan menurut kutipan diatas adalah memenangkan banyak jiwa serta melatih atau memuridkan orang lain guna mencapai tujuan /hasil yang di harapkan.
            Garry Wills mengatakan kepemimpinan itu ialah : mengarahkan orang lain menuju tujuan yang di perjuangkan bersama oleh pemimpin dan pengikt-pengikutnya”.[14] JOHN C. MAXWELL juga memberikan tanggapan dalam bukunya mengenai kepemimpinan sebagaimana telah di tuliskan dalam latar belakang masalah yaitu : “PENGARUH, kepemimpinan adalah kemampuan untuk memperoleh pengikut dengan cara mempengaruhi”. Seseorang dikatakan pemimpin itu apabila memiliki ciri yang benar dalam mempengaruhi orang lain serta memiliki pradigma yang benar dalam pekerjaan untuk mencapai tujuan atau hasil yang maksimal, dan untuk menjalankan ini harus dengan mempengaruhi.
James Kouzes dan Barry Posner menekankan bahwa :
“Kepemimpinan bukanlah milik pribadi dari beberapa orang yang memiliki charisma, Kepemimpinan adalah proses yang di gunakan oleh orang-orang biasa ketika mereka memberikan apa yang terbaik dari diri mereka dan dari orang lain. Kepemimpinan adalah kapasitas anda memimpin orang lain ke tempat yang belum pernah orang lain datangi”.[15]

 Dari pendapat ini maka sebagai pemimpin, haruslah mampu menjangkau jauh kedepan tentang hal-hal yang akan terjadi. Jadi, kesimpulan Teristimewa bagi pemimpin rohani, kepemipinan itu harus mampu memikirkan keadaan yang akan terjadi di masa depan, serta mampu membuat suatu keputusan atau langkah-langkah yang autentik dalam menghadapi segala persoalan tersebut.

1.2 Kepemimpinan Yang Alkitabiah
            Kepemimpinan merupakan suatu karunia dan panggilan, kepemimpinan bukanlah suatu posisi, pembawaan atau minat, bukan suatu tingkatan yang di simpan atau sebuah kedudukan yang di  genggam, tetapi kepemimpinan itu ialah merupakan karunia rohani, suatu hal supranatural yang memungkinkan. Panggilan untuk menjadi pemimpin, berbeda panggilan untuk menjadi gembala atau mengajar.[16]
           
Pemimpin itu ialah pemberian oleh Tuhan dan di kembangkan oleh manusia tersebut, kemampuan berasal dari Allah tetapi manusia mengembangkan potensinya guna mencapai maksud dan tujuan Tuhan dalam kehidupan bangsanya.
Tidak mengerti hal ini maka para pemimpin gereja akan banyak yang gagal, karena akan banyak orang menganggap dirinya memiliki kemampuan apabila tidak mengetahui dengan jelas apa maksud dan tujuan kepemimpinan, serta siapa yang memberikan kemampuan yang dimilikinya.
Segala keruetan ini justru muncul sebagai akibat dari fakta bahwa gereja menghadapi pergeseran budaya. Kebanyakan pergeseran yang terjadi di sekitar kita tidak lagi dapat kita pikirkan dan makin sering terjadi, tetapi sulit di antisipasi dan menimbulkan kekacauan. Oleh sebab itu para pemimpin gereja harus mampu memikirkan keadaan itu dan konsekuensi-konsekuensinya.
Sebagai pemimpin yang efektif harus mampu memperhatikan kepemimpinan Tuhan Yesus, adapun kepemimpinan Tuhan Yesus adalah : Kesediaan untuk melayani dan mengutamakan orang lain dari diri sendiri.[17] Jadi kepemimpinan Yesus itu adalah kepemimpinan yang menghamba serta selalu menjaga hubungan intim dengan Tuan-Nya, dan mampu menafsirkan hal-hal yang akan terjadi di masa mendatang.
 Gereja-gereja yang gagal membaca dan menafsirkan tanda-tanda zaman beresiko menghadapi masa depan yang suram.[18]
RICK JOYER mengatakan : “Seorang pemimpin itu harus memiliki kekuatan yang gigih, sebab kekuatan adalah kemampuan untuk menghasilkan daya dorong guna mencapai sebuah sasaran. Dari semua cara yang bisa di lakukan untuk mencapai sasaran, kepemimpinan adalah kekuatan terbesar. Orang-orang yang mengerti prinsip-prinsip dasar kepemimpinan adalah mereka yang membentuk dunia ini dengan arti mengendalikan dunia ini”.[19]

 Maskudnya bahwa seorang pemimpin itu harus memiliki keberanian yang tangguh untuk menjalankan semuanya ini sebab persoalan yang harus di hadapi sangatlah berat, karena menyangkut keselamatan jiwa-jiwa.
 Dalam menjalankan semuanya ini tidak cukup hanya dengan memiliki kekuatan dalam prinsip-prinsip yang kuat tetapi juga para pemimpin harus mengerti bagaimana saling ketergantungan antara satu sama lain dengan kata lain keberhasilan itu bisa cepat tercapai dan kuat tidak mudah rapuh, haruslah dengan kerjasama sebagaimana Paulus katakan dalam 1Korintus 12 : 21, namun para pemimpin harus mengetahui bahwa kerjasama bukanlah tujuan akhir, tujuannya adalah memenuhi Visi dan mencapai Misi, sebuah tujuan yang menuntut kontribusi setiap orang dimana setiap orang di hargai untuk setiap masukan yang mereka berikan.”[20] Oleh Karena hal itu para pemimpin harus tahu bahwa kemampuan menjadi pemimpin yang sukses itu berasal dari Allah. Kesuksesan Yosua di mulai dengan sepatah kata atau Firman Tuhan yang di sampaikan kepadanya, Yosua 1 : 1-9, dan kesanggupan untuk melakukan kehendak Allah itu datangnya hanya dari Allah.
Jeff Hammond mengatakan : “perjalanan anda menuju sukses juga di mulai ketika Allah menyatakan panggilan-Nya /rencana-Nya kepadamu”.[21]
Joel Osteen mengatakan, kita harus melakukan bagian kita, untuk menjadi diri sendiri kita harus melakukan :
    1. Terus maju
    2. Bersikap positif terhadap diri sendiri
    3. Mengembangkan hubungan yang lebih baik
    4. Membentuk kebiasaan yang lebih baik
    5. Menerima tempat dimana kita berada
    6. Mengembangkan kehidupan hati kita
    7. Tetap bergairah dalam hidup atau memiliki semangat hidup. Jika kita sedang menjalani jalan yang sukar jangan putus asa.[22]

 Seorang pemimpin itu harus mampu menjadi diri sendiri, artinya : mengerti bahwa Tuhan menginginkan kita untuk menjadi semua yang Ia rencanakan saat Ia menciptakan kita, sangat penting bagi kita untuk menyadari bahwa Tuhan akan melakukan bagian-Nya,
Pandangan ini mengarahkan kita untuk mengerti bagaimana sebenarnya harus menjadi pemimpin  yang produktif dan profesional sehingga mampu menjalankan tugas dengan benar, serta mampu keluar dari segala kelemahan dan keterburukan yang membuat tujuan akan terhalang. Karena seorang pemimpin itu harus mampu mencari jalan keluar dari setiap persoalan apalagi mengenai persoalan sendiri. Dan tipe seorang pemimpin itu ialah mengutamakan orang lain itulah pemimpin yang benar, Pemimpin yang Rohani dan benar tidak akan mencari kedudukan dengan mempromosikan dirinya.[23]
 Prof. Emanuel Gerrit Singgih, Ph.D. mangatakan bahwa :
Pemimpin adalah seorang pendamping, itu harus penyembuh yang terluka ( manusia nuklir ) maksudnya kemampuan si pandamping untuk melihat penderitaan orang lain sebagai sesuatu yang sedang terjadi juga pada diri sendiri, bahwa kerinduan orang lain akan terjadi juga pada diri sendiri, dan bahwa kerinduan orang lain akan kemungkinan alternatif hidup merupakan sekaligus kerinduannya pula.[24]

 Dalam penelitian ini beliau membuat bahwa kepemimpinan Yesuslah yang mampu merealisasikan hal tersebut, dimana si Pendamping adalah Mesias, namum Mesias adalah penyembuh yang terluka, Ia harus membalut lukaNya sendiri tetapi Ia juga siap membalut luka orang lain. Namun dalam pemahaman Alkitab ini kita tidaklah merenungkan pandangan para tokoh pemimpin yang sudah berhasil dalam menjalankan kepemimpinannya tetapi kita hanya mengambil suatu pelajaran dan juga sebagai motipasi buat para pemimpin di jaman modern ini. Sesuatu hal yang paling penting dalam hidup kita, terutama bagi orang yang memiliki kerinduan akan berperan sebagai pemimpin oraganisasi atau gereja haruslah merenungkan dan menjalankan apa yang tertulis dalam Alkitab. Sebab hanya dalam Alkitablah ada pengajaran yang tepat dalam kepimimpinan yang benar, kepemimpinan itu merupakan suatu pelayanan ( suatu kesempatan dalam menjalankan tugas pelayan yang benar dan sebagai bukti bahwa kita sudah menjadi anak-anak Allah ) yang harus di pertanggungjawabkan, oleh karena itu maka tugas ini harus di kerjakan dengan sungguh dan pengorbanan. Dengan melihat konteks inilah kita mengerti bagaimana keberhasilan dalam menjalankan kepemimpinan. Prof. Emanuel Gerrit Singgih, Ph.D. mangatakan bahwa Keberhasilan itu ialah mempertahankan keberadaan, dalam arti bisa mempertahankan keberadaan dalam stuasi yang amat sulit.[25]
Para pemimpin masa depan harus memiliki dinamika pemahaman interfersonal yang tajam. Para pemimpin yang konektif tidak hanya memfasilitasi kontak-kontak awal, tetapi juga membantu hubungan dalam tekanan – tekanan waktu dan kesalahpahaman. Hubungan persahabatan yang kuat tidak akan di peroleh sampai seseorang berhasil melewati paling tidak satu ketidak setujuan yang berujung pada  penyelesaian dengan damai.
Rick Joiner mengatakan bahwa :
Kekuasaan datang bersama dengan kesuksesan, dan kesuksesan itu akan mempengaruhi pendapat kita mengenai diri kita sendiri – sebuah perasaan yang tidak terkalahkan yang sering berakibat fatal, maka dengan itu perlu rasa sikap percaya diri dengan tidak berpikir sombong.[26]

Orang-orang yang akan menjadi pemimpin itu akan benar-benar menggunakan segala apa yang dimiliki, seperti intelektual, pikiran, tenaga, material terutama sikap yang jujur dan positif terhadapa segala sesuatu yang akan terjadi dan juga yang sudah terjadi.
Selain memperhatikan hal diatas tersebut, para pemimpin juga harus memperhatikan hubungan gereja dengan lingkungan sekitarnya. Gereja harus memperhatikan kondisi politik di Negaranya sendiri, sebab gerejalah sebagai terang pengembangan bangsa. Hal yang perlu di perhatikan gereja dalam keadaan bangsa yaitu : Bagaimana keadaan /stuasi bangsa saat ini? Apakah gereja mendapat perhatian dari pemerintahan saat ini?
Drs.Yunus Ciptawilangga, MBA dan Ir. Matius Hesyanto, SE, M.Sc, S.Si. M.Div mengatakan bahwa
Gereja perlu  melihat dan terus menerus memperhatikan perkembangan politik, gereja harus mulai melihat keluar jendela, bahkan ikut aktif dalam kegiatan politik, seyogiana gereja tidak hanya pasif menerima apapun keputusan pemerintah, tetapi seacara aktif akan memberi sumbang saran bagi perkembagan keagamaan pada abad belakangan ini.[27]

Namun seseorang yang ingin masuk pada stuasi ini harus benar-benar memiliki komitmen serta senantiasa berada dalam hadirat Roh Kudus dan terus berkomitmen untuk menghadapi tantangan karena tugas tersebut bukan lagi tantangan yang biasa-biasa sebagaimana terjadi dalam bangsa Indonesia pada abad-abad belakangan ini. Tetapi sekalipun berada pada tantangan yang begitu berat, hal tersebut tidaklah akan mengahalangi keberhasilan para pemimpin yang professional serta pemimpin yang menghamba.
JOHN C. MAXWELL mengatakan bahwa :
Hambatan utama yang harus diatasi oleh perahu motor  adalah  air terhadap baling-balingnya, tetapi seandainya tidak ada perlawanan yang sama, perahu sama sekali tidak akan bisa bergerak.[28]

Kehidupan yang bebas dari semua kemungkinan rintangan dan kesulitan akan mengurangi semua kemungkinan dan kekuatan menjadi nol, maka seorang pemimpin harus memiliki komitmen dan tekad yang benar hidup dalam kasih.
Roberts Liardon mengatakan kasih yang sempurna mengusir semua ketakutan, sementara kita di sempurnakan dalam kasih Allah, ketabahan kudus menjadi sebagian dari diri kita. Orang – orang berhasil menghadapi semua tantangan dengan keberanian suci. Mereka tidak takut akan masalah – masalah, mereka memandanganya sebagai batu loncatan menuju sesuatu yang lebih baik[29].
George Barna mengatakan “konflik adalah teman kita”[30] Dengan belajar dari pandangan ini, kita perlu berpikir bahwa setiap tantangan itu ialah sesuatu sahabat yang akan membuat kita berhasil dalam mencapai tujuan. Hanya yang perlu bagi para pemimpin secara khusus bagi pemimpin gereja ialah bagaimana menikapi serta merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Joel Osten juga mengatakan sebagaimana yang di katakan George Barna “jika anda sedang melalui sesuatu masa yang sukar, jangan putus asa. Ada hari-hari yang lebih baik di hadapan anda.[31]
Tuhan akan membawa melewati masa yang sukar, untuk mengeluarkan dalam keadaan yang lebih baik, dan mengembalikan segala sesuatu yang telah hilang serta memberikan lebih baik lagi.

1.3. Kepemimpinan dalam Perjanjian Lama
            Berbagai kemampuan dan peranan kepemimpinan seringkali jelas terlihat dan di kenali sejak seseorang masih kecil, karena persiapan seorang pemimpin seringkali memakan waktu lama dan melalui serta pengalaman yang berputar-putar.[32]
 Hal ini terbukti dalam kehidupan Yusuf, Karena ayahnya memberikan dia jubah yang maha indah pada waktu masih kecil, yang menandakan bahwa ia jelas merupakan ahli waris janji-janji Tuhan bagi keluarga tersebut ( Kejadian 37 : 3 ). Sering kali dalam kehidupan seorang pemimpin ada waktu dimana mereka mencoba dan memasuki sebuah jalan sebelum waktu Tuhan dan sebelum mereka di persiapkan, sebagaimana terjadi dalam kehidupan Musa yang kemudian melarikan diri ke padang gurun   dan di asuh oleh mertuanya. Namun yang terjadi dalam kehidupan Musa atau Integritas dari pada musa bisa di katakan menjadi suatu teladan bagi para pemimpin di sepanjang masa, sebab dia memiliki sifat kejujuran, tulus, suka, damai dan selalu memiliki tanggungjawab yang benar sesuai dengan rencana Allah.
Sebagaimana Firman Tuhan dalam Mazmur 37 : 37 “Perhatikanlah orang yang tulus dan lihatlah kepada orang yang jujur, sebab pada orang yang suka damai akan ada masa depan”.[33] Kita semua menghendaki agar kita dapat hidup dalam ketulusan, kedamaian, kejujuran dan kedamaian. Kita ingin menjadi orang tulus, jujur, dan suka damai sebab dengan sikap demikian pasti masa depan gereja kita terbuka cerah dan juga masa depan bangsa kita. Tetapi, justru oleh karena itu kita tetap perlu kritis terhadap maksud ketulusan, kejujuran, dan pendamaian. Karena harus kita hubungkan dengan persfektif kepentingan diri kita sendiri. Sebab bukan hanya orang benar marah kepada orang fasik tetapi orang fasik juga marah kepada orang benar, maka dengan hal ini kita harus berhati-hati sebagaimana di katakan Pdt. Prof. Emanuel Gerrit Singgih, Ph.D :Jadi dimana ada orang benar dan orang fasik, atau dimana ada orang menganggap diri orang benar dan orang lain adalah fasik disitu selalu ada suasana konflik dan tidak damai”.[34]
            Oleh sebab itulah perlu di tanamkan bagi para pemimpin tentang kejujuran terutama dengan menanamkan Spritual yang benar sebab kalau kita memperhatikan persoalan yag terjadi dalam Gereja, juga dalam Negara, bukan masalah kurangnya gaji atau berkat yang di terima  dan bukan masalah kurangnya penegasan hukum atau pembahasan tentang hukum pelanggaran, tetapi karena Spritual yang benar dan tepat seperti yang Tuhan inginkanlah yang tidak dimiliki oleh para pemimpin pada akhir zaman ini.
Para pemimpin yang benar tidak akan menggunakan jubah kepemimpinannya untuk kepentingan pribadi, sebab kepemimpinan yang sejati lahir dari visi dan strategi yang didirikan di atas dasar keyakinan yang kuat dengan tujuan yang jelas. RICK JOYER mengatakan :
Para pemimpin yang hebat biasanya cenderung lebih banyak mendengar dari pada berbicara, dan para pemimpin yang hebat juga sebagai komunikator yang hebat, dan semuanya ini adalah bakat yang harus di kembangkan setiap pribadi pemimpin”.[35]

Sebab dengan memiliki sifat demikianlah kita  dapat merealisasikan kepemimpinan dengan tepat sebagaimana dikatakan Allexander Strauch diatas.

1.4. Kepemimpinan dalam Perjanjian Baru
            Kepemimpinan Perjanian baru ini merupakan kelanjutan dari kepemimpinan Perjanjian Lama.
Sebutan yang paling banyak di gunakan dalam perjanjian baru untuk para pemimpin gereja lokal yaitu :
Para penatua. Istilah lainnya adalah para penilik jemaat yang menekankan fungsi mereka,  seperti Yunani “presbyteroi digunakan dalam kisah para rasul 13-30, Presbyterion, dalam 1 Timotius 4 : 14, dan juga piskopoi, dalam Filipi 1:1, dan yang alainnya.[36].

 Tipe kepemimpinan dalam perjanjian baru ini adalah kasih serta kepemimpinan yang menghamba, sebagaimana yang telah di realisasikan oleh Tuhan Yesus pada zaman dulunya kepada murid-muridnya serta orang banyak. Dalam Alkitab mencatat bahwa kepemimpinan Yesus itu adalah pelayanan atau melayani sebagaimana di katakan dalam markus 10 : 45 :
 “Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang."[37]
            Jadi salah satu inti dari kepemimpinan Yesus adalah kesediaan untuk melayani dan mengutamakan orang lain dari diri sendiri. Kepemimpinan ini adalah kepemimpinan yang di mulai dari hati yang tulus yang berasal dari suara hati kemudian menghadirkan hasrat dan kerelaan dalam menjalankan tugas dengan tidak mengaharapan sesuatu.
            Pemimpin yang tidak menganut paham dalam kepemimpinan Tuhan Yesus tentu akan terlepas dari roh yang sama dan dapat di katakan bukanlah kepemimpinan rohani  atau Alkitabiah[38]
 Untuk menjalankan tugas kepemimpinan itu, sebagaimana pendapat di atas tersebut, harus benar – banar mampu mengerti sistem yang di miliki oleh Tuhan Yesus. Namun, menjalankan tugas ini kita harus ketahui bawa tidak akan sanggup dengan kemampuan atau kepintaran, melainkan dengan berserah kapad-Nya. Dalam Perjanjian Baru ada banyak di temukan fakta kepemimpinan dan prinsip-prinsip kepemimpinan yang terdapat dalam ajaran Tuhan Yesus serta para rasul.[39]
 Kepemimpinan Perjanjian baru ini berpusat pada Yesus Kristus, kepemimpinan Perjanjian baru ini merupakan kepemimpinan yang harus di lakukan  oleh orang Kristen sebab dalam Perjanjian baru merupakan ajaran pokok yang harus di teladani dan ajaran tentang Yesus Kristus, sekaligus merupakan ajaran Yesus sendiri. Kepemimpinan Perjanjian baru sama dengan kepemimpinan Perjanjian Lama yaitu bahwa pemimpin itu tidak boleh berpusat pada dua tuan. Pemimpin yang benar itu adalah pemimpin yang berpusat kepada Kristus dan hanya taat pada Kehendak Yesus Kristus. Sebagaimana dikatakan oleh J. Dwinght Pentecost  bahwa
“Kristus bersikap terus terang, Ia memberikan pernyataanNya yang tidak bisa di salahkan : seorang hamba tidak dapat melayani dua tuan. Karena demikian ia akan membenci yang satu dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain, kamu tidak dapat melayani Allah dan melayani mamond Lukas 16 : 13”.[40]

Dari pendapat diatas kita sebagai pemimpin harus memikirkan matang bagaimana kesatuan dari kepemimpinannya, sebab apabila terjadi kepemilikan dua tuan maka akan terjadi perpecahan sebagaimana juga Firman Tuhan dalam Lukas 11 : 17. Semua ini terjadi di tentukan oleh sikap kita, sebab semua yang terjadi dalam kehidupan ini, tergantung kepada kita menanggapi. Orang lain tidak akan menentukan arah hidup kita, persoalan tidak akan menghimpit masa depan kita, sebab tantangan atau penderitaan tidak akan menghalangi kita kalau di hadapi dengan sikap yang benar. Oleh sebab itu sebagai manusia ciptaan Tuhan yang memliki akal serta iman yang hidup, harus percaya bahwa dalam segala keadaan, situasi yang sangat sulit Tuhan punya rencana dan Tuhan mampu mengangkat kita dari persoalan itu. CRAIG GROESCHEL mengatakan “semakin kita bersikap posesif dan kompetitif (persaingan ), semakin kita akan terpecah-pecah.[41] Jadi setiap pemimpin yang berhasil itu harus berorientasi pada kerajaan Allah. Maksudnya pelayanan yang para pemimpinnya labih peduli pada apa yang Allah sedang lakukan di seluruh tempat dengan apa yang Allah lakukan pada tempat mereka sendiri. Setiap pelayanan  yang berorientasi pada kerajaan Allah adalah memiliki sifat murah hati  dan bersedia untuk bergabung dengan yang lain untuk menghasilkan yang labih banyak lagi bagi kemuliaan Allah.
Hal seperti inilah yang perlu di perhatikan pada zaman sekarang ini untuk mencapai tujuan gereja yaitu untuk menemukan para pemimpin yang berkualitas serta berkontektualisasi sebagaimana apa yang telah di terapkan oleh Dr. Yakob Tomatala bahwa :
“Pemimpin perlu mengenal dan mengelola hubungan diri organisasi dengan lingkungan atau konteks dimana kepemimpinan itu di jalankan, pengelolaan ini perlu menentuh aspek-aspek rohani, etika, moral, budaya, social ekonomi/bisnis, pemerintahan, hokum, politik, HAM, pendidikan, kesehatan, kependudukan, ekologi”[42]

Maksud dari pada berkontekstualisasi ini adalah bukan berarti kita mengikuti atau setuju dengan gaya apa yang sedang di lakukan lingkungan masyarakat, namun sebagai pemimpin kita harus mampu bergabung terhadap segala keadaan dengan tidak mengurangi harga kepemimpinan yang Yesus inginkan. Untuk mengembangkan kepemimpinan berkontekstualisasi ini para pemimpin harus menjadi pemikir yang kreatif dan mandiri sebab kepemimpinan selalu mendapatkan tantangan, oleh karena demikian maka sebagai pemimpin harus mampu memikirkan konsekuensi – konsekuensi dari pada setiap keputusan yang telah di tetapkan. Sebab tantangan para pemimpin pada zaman sekarang ini adalah sangatlah sukar, Eddie Gibbs mengatakan dalam bukunya :
Bahwa tantangan yang di hadapi pada saat ini jauh lebih menantang terutama dalam perubahan suasana   yang tidak jelas dan  tidak dapat di ramalkan, pembuatan keputusan tidak dapat lagi di buat berdasarkan yang baik dari yang sudah pernah di lakukan[43]


B. DESKRIPSI DATA SURAT FILEMON
1. Latar belakang Surat Filemon
            Paulus menulis surat Filemon ini oleh karena seorang budak yang bernama Onesimus. Onesimus ini adalah budak pelarian yang telah melarikan diri dari Filemon tuannya. Di kota Roma dia bertemu dengan Paulus yang kemudian melayani dia. Akhirnya Onesimus bertobat dan melayani Paulus dalam penjara ( Filemon 1 : 10-13 ).

1.1. Penulis Surat Filemon
Surat Filemon termasuk surat – surat pastoral, dan merupakan surat nasihat-nasihat pastoral, itulah sebabnya di masukkan pada sesudah surat-surat penggembalaan. Penulis surat ini ialah Rasul Paulus ketika ia berada dalam penjara.[44]

Pdt. Dr. Rainer Scheunemann, Th. D, juga menulis dalam bukunya bahwa penulis surat Filemon ialah Paulus sendiri.[45] Selain dari pendapat diatas juga kita temukan bahwa penulis memperkenalkan dirinya sebanyak tiga kali dengan nama Paulus ( ayat1, 9, 19 ).

1.2. Tahun dan Tempat Penulisan
Paulus menulis surat Filemon ini sebagai seorang tahanan di Roma ( band. Ayat 1,9,10,23 ). Surat Filemon di tulis antara tahun 60 dan 61 Masehi.[46]

1.3. Alamat/Penerima
            Surat ini di tulis oleh Peulus dan di alamatkan kepada :
“Filemon yang kekasih, teman sekerja kami dan kepada Apfia, saudara perempuan kita dan kepada Arkhipus, teman seperjuangan kita dan kepada jemaat di rumahmu” Filemon 1-2.[47]
Filemon adalah seorang kolose yang merupakan buah pemberitaan Injil Paulus ( Film 19 ). Dikolose Filemon berkedudukan tinggi dan mempunya rumah yang cukup besar dimana diadakan kebaktian-kebaktian dan juga di pakai untuk menyambut hamba-hamba Tuhan (Filemon 22), dia sudah maju secara rohani sehingga Paulus memanggilnya teman sekerja.[48]





1.4. Tujuan Penulisan
            Budak-budak pelarian biasanya, jika tertangkap kembali, dapat saja di jatuhi hukuman mati. Namun demikian Paulus merasa bahwa Onesimus harus kembali kepada tuannya, yaitu Filemon. Paulus mengirim Onesimus bersama Tikhikus, dan mereka membawa surat ini ( Surat Filemon ), dengan permohonan supaya Onesimus di terima kembali, bukan hanya sebagai budak melainkan juga sebagai saudara di dalam Kristus.



1.5.  OUTLINE KITAB
            I.  PENDAHULUAN : ayat 1-3
II. DOA BAGI PELAYANAN FILEMON SERTA PENGUCAPAN SYUKUR ayat 4-7
III. PERMINTAAN SUPAYA ONESIMUS DITERIMA KEMBALI ayat 8 – 22
IV. KEMUNGKINAN KUNJUNGAN PAULUS ayat 22
V.  PENUTUP ayat 23-25.




1.6.  OUTLINE PRIKOP
I.   Tidak Otoriter ayat 8
II.    Memimpin Dengan berkontekstualisasi ayat 8-9
III.  Mengesampingkan Hak kepemimpinan dengan mengutamaan   kehendak Orang lain ayat 9
IV.  Mengubah Sumber Daya Manusia

2.  KEPEMIMPINAN PAULUS MENURUT SURAT FILEMON 1 : 8-10
2.1. Tidak Otoriter
Ayat 8 : evpita,ssw
evpita,ssw; 1 aorist evpe,taxa; (ta,ssw);<kata kerja aktif>   to enjoin upon, order, command, charge: absolutely.; untuk melarang [atas/ketika], memesan, memerintahkan, [menyerang/ menuntut]: tentu saja/sungguh, 
            Pada pembagian kata ini jelas mengatakan bahwa Paulus mempunyai otoritas untuk  memerintahkan atau melarang Filemon apabila dia melakukan sesuatu kepada Onesimus, baik dari segi pelayanan dan juga sebagai orang tua.
e;cw; future e[xw; imperfect ei=con (1 person plural evicamen, masa depan e[xw; ei=con tidak sempurna ( 1 orang evicamen jamak ).  Kata ini memperkuat atau memperjelas kata kerja aktif diatas sebagai kata kerja untuk orang pertama tunggal. Kalimat ini mempertegas tentang keadaan di masa depan Filemon yang sudah jelas tentang kehidupannya oleh karena Paulus yang di pakai Tuhan dalam menjalankan penginjilann terhadap Filemon.
Parrhsia,zomai parrhsia,zomai; imperfect evparrhsiazomhn; 1 aorist evparrhsiasamhn; (parrhsi,a, which see); a deponent verb; Vulgate chiefly fiducialiter ago; to bear oneself boldly or confidently;
 Parrhsia,zomai; parrhsia,zomai; evparrhsiazomhn tidak sempurna; 1 aorist evparrhsiasamhn; ( parrhsi,a, yang (mana)  lihat); suatu katakerja saksi;
Terjemahan Injil dalam bahasalatin [yang] terutama fiducialiter yang lalu; untuk membawa dirinya [yang] dengan terus terang atau dengan penuh percaya diri.
            Kata ini menjelaskan keberadaan Paulus yang memiliki kepercayaan dalam memperingatkan Filemon. Paulus mengatakan ini bukan dengan asal-asalan, namum dia berani mengatakan dengan percaya diri, oleh karena dia juga malakukan kebenaran itu dari sejak Allah memanggilnya, sebagaimana paulus mengatakan kepada Timotius, seorang hamba Tuhan ini hendaknya tidak bercacat < 1Timotius 3 : 2 ; Titus 6 - 7 >.
Dalam kamus bahasa Indonesia otoriter ialah : berkuasa sendiri[49]. Kepemimpinan yang tidak otoriter ialah kepemimpinan yang tidak memaksakan kehendak sendiri, kepemimpian yang tidak menghargai pendapat orang lain. Paulus mengatakan “sekalipun aku memiliki kebebasan penuh untuk memerintahkan kamu apa yang harus engkau lakukan”<TBI>. Dalam BIS “sebagai seorang saudara yang seiman, saya bisa saja memerintahkan saudara untuk melakukan apa yang harus saudara lakukan”.
Paulus memerintahkan Filemon dengan penuh kerendahan hati, yaitu dengan cara merubah hak kepemimpinan yang otoriter menjadi hak bersama yaitu dengan mempengaruhi. Dengan Fungsi otoritasnya sebagai rasul Kristus, Paulus tentu dapat memerintahkan Filemon untuk melakukan hal yang benar dan baik. Tetapi dia tidak menggunakan hal demikian, melainkan menggunakan kepemimpinan kasih dengan berbicara kepada Filemon sebagai teman/sahabat. Paulus memepergunakan kepemimpinannya atau hak kerasulannya hanya sebagai cara untuk mengingatkan bahwa ada otoritasnya untuk menegaskan kepada perintah kepada Filemon. Dalam ayat 8 peneliti menggaris bawahi “memiliki kebebasan penuh, <παρρησίαν-parreesian> kebebasan penuh atau keberanian.
Perkataan ini pada mulanya di gunakan dalam perkataan politik, sehubungan dalam mengungkapkan pendapat secara bebas dalam konteks hukum yang bersifat demokratis di Yunani Kuno. Dalam tulisan surat Filemon ini, Parreesia digunakan oleh paulus untuk mengutarakan kebebasannya dalam hubungan sesama manusia. Dalam studi penelitiannya W.C.Van Unnik menekankan bahwa ayat 8 ini merupakanan penekanan dalam penggunaan Parreesia.[50]

Paulus menekankan hal ini adalah sebagai keterbukaan antara orang – orang Kristen. Dengan demikian Paulus menekankan bahwa ia memiliki kebabasan besar/penuh terhadap FIlemon sebagaimana dalam bahasa Yunani <έπιτάσσω,Epitasso> yang artinya memrintahkan, menyuruh; namun dia tidak menggunakannya.
Maksud dari pada pernyataan ini, bukanlah suatu prinsip moral yang berlaku secara umum melainkan kewajiban yang di berikan kepada setiap orang. Dengan cara yang sangat baik paulus menekankan kepada Filemon untuk melaksanakan kewajiban yang di berikan kepada setiap orang Kristen.



2.2.  Memimpin Dengan berkontekstualisasi
            Polu,j polu,j, pollh, (from an older form pollo,j, found in Homer, Hesiod, Pindar), polu,; ((cf. Curtius, sec. 375)); the Septuagint chiefly for br;;
Much; used a. of multitude, number, etc., many, numerous, greatavriqmo,j,
polu,j, pollh, ( dari suatu format lebih tua pollo,j, menemukan di (dalam) Homer, Hesiod, Pindar), polu,; (( cf. Curtius, detik. 375)); Septuagint [yang] terutama untuk br;; banyak; menggunakan a. orang banyak, nomor;jumlah, dll. banyak, agung: avriqmoj.
Paulus memberikan nasihat dengan segala keberadaannya kepada Filemon, peneliti meneliti bahwa Paulus berusaha dengan segenap kasihnya dan dengan segenap hatinya untuk menolong Onesimus. Dapat di teliti dari segala cara dan usaha yang di buat oleh Paulus terhadap Filemon, sekalipun dia berada di dalam penjara namun dia tetap dengan sabar dan rendah hati ketika memperhatikan keberadaan Filemon dan berusaha mempengaruhinya. Dari pengertian kata diatas peneliti meneliti bahwa Paulus telah mengutarakan segala cara kepada Filemon baik secara jabatan, umur yang jauh lebih tua dan juga dari segala keagungannya yang seharusnya di hormati, yang memiliki hak otoritas untuk memerintahkan Filemon.

2.3.          Mengesampingkan Hak kepemimpinan dengan mengutamaan   kehendak Orang lain
Paulus tidak ingin memberikan suatu perintah, melainkan ingin memohon demi kasih dari Filemon.
Paulus memohon demi kasih ( dia ten agapeen ), kasih disini dapat menunjuk kasih paulus kepada Filemon atau kepada Onesimus, atau dapat juga menunjuk kepada kasih Filemon yang di sebut dalam ayat 5 dan 7, atau dapat juga kepada kasih Kristiani yang merupakan ciri khas dalam hubungan sesama orang percaya.[51]

Menurut pendapat peneliti “ungkapan demi kasih” disini menunjuk kepada kasih Filemon. Kini Paulus mengharapkan agar Filemon kembali menunjukkan kasihnya kepada Onesimus. Hal ini terjadi, oleh karena Paulus sudah mengetahui bagaimana pribadi Filemon, sehingga ia tidak perlu lagi memberikan petunjuk dalam bentuk perintah, melainkan dapat menghimbau kepada kasih Filemon.

 Avnh,meroj
avnh,meroj, avnhmeron (alpha privative and h[meroj), not tame, savage, fierce: 2 Tim. 3:8. (In Greek writings from (Anacreon (530 B. C.) 1, 7) Aeschylus down.)*

Avnh,meroj avnhmeron ( alfa privative dan h[meroj), [yang] tidak jinak, orang liar, sengit/galak: { \field{\*\fldinst{HYPERLINK " Bwref('Bgt_2Ti 3:8')"}}{\fldrslt{\cf0\ul 2 Tim. 3:8}}}\cf1\ulnone. ( Di (dalam) Yunani Tulisan dari ( Anacreon ( 530 B. C.) 1, 7) Aeschylus bawah.
Therefore, though I might be very bold in Christ to command you what is fitting,
o enjoin upon, order, command, charge: absolutely;  Oleh karena itu, meskipun [demikian] aku boleh jadi [yang] sangat [berani/tebal] di (dalam) Kristus untuk memerintahkan kamu apa [yang]   sedang mengepas,
 o melarang [atas/ketika], memesan, memerintahkan, [menyerang/ menuntut]: tentu saja/sungguh.
           
Ayat ini jelas menyatakan keberadaan Paulus yang memiliki hak untuk memerintahkan FIlemon tentang keberadan Onesimus. Paulus bisa saja menggunakan hak atau otoritas penuh untuk berbicara kepada FIlemon agar menerima Onesimus sebagai yang Paulus inginkan namun dia tidak mempergunakannya tetapi dia dengan rendah hati dan tabah mempengaruhi sebagaimana juga keinginan Filemon.


2.4. Mengubah Sumber Daya Manusi
Kjv Philemon 1:9 Sekalipun begitu (yet) untuk < 1223> milik cinta < 26> sake;tujuan I < 3870> < 0> melainkan < 3123> memohon < 3870> ( 5719) kamu, menjadi < 5607> ( 5752) [satu/ orang] seperti itu < 5108> [sebagai/ketika/sebab] < 5613> Paul < 3972> yang tua < 4246>, dan < 1161> sekarang < 3570> juga < 2532> suatu narapidana < 1198> tentang Yesus < 2424> Kristus < 5547>.

De,smioj de,smioj, desmiou, o`, bound, in bonds, a captive, a prisoner (from Sophocles down): de,smioj
          De,smioj, desmiou, o`, yang terikat[an], di gudang, suatu tawanan, suatu narapidana ( dari Sophocles bawah). Ayat ini menceritakan tentang keadaan Paulus ketika berada dalam penjara. Dia menceritakan untuk menggugah hati Filemon dengan memberikan suatu tanggapan terhadap Filemon, agar Filemon menerima Onesimus bukan hanya karena perintah Paulus melainkan juga karena kasih yang di miliki oleh Filemon sebagaimana Paulus telah ketahui sebelumnya, bahwa Filemon adalah orang percaya kepada Kristus.
Parakale,w, parakalw/; imperfect 3 person singular pareka,lei, 1 and 3 person plural pareka,loun; 1 aorist pareka,lesa; passive, present parakalou/mai; perfect parake,klhmai; 1 aorist pareklh,qhn; 1 future paraklhqh,somai; from Aeschylus and Herodotus down;

I. as in Greek writings to call to one's side, call for, summon: tina, with an infinitive accusative the subjunctive of the infinitive).
indicating the purpose, Acts 28:20 (others (less naturally) refer this to II. 2, making the
II.  to address, speak to (call to, call on), which may be done in the way of exhortation, entreaty, comfort, instruction, etc.; hence, result a variety of senses, on which see Knapp, Scripto varii arg.
I. seperti di Yunani Tulisan untuk [panggil/hubungi] ke sisi seseorang, meminta, memanggil : dengan suatu infinitive menandakan tujuan [itu], { \field{\*\fldinst{HYPERLINK " Bwref('Bgt_Act 28:20')"}}{\fldrslt{\cf0\ul Tindak 28:20}}}\cf1\ulnone ( (orang) yang lain ( lebih sedikit secara alami) menunjuk ini ke 2, membuat yang bersifat menuduh bentuk pengandaian dari  infinitive).
 II. untuk menunjuk, berkata kepada ( [panggil/hubungi] untuk, menyebut), yang (mana)  mungkin (adalah) dilaksanakan tentang desakan, permohonan sangat mendesak, kenyamanan, instruksi, dll.; karenanya, menghasilkan berbagai pikiran sehat, yang di atasnya. 
Paulus sepertinya mendesak FIlemon supaya menerima Onesimus lebih dari pada yang biasanya sebelumnya telah dia lakukan. namun dalam penelitian ini, peneliti meneliti bahwa Paulus mengutamakan pendapat orang lain yaitu pendapat dari Filemon dari pada pendapatnya sendiri. Paulus dengan berusaha keras mengeluarkan pendapat atau dengan menggunakan hikmat yang Tuhan berikan dalam menyelesaikan masalah yang sedang terjadi dalam diri orang lain. Dalam kata di atas jelas bahwa pribadi Paulus membuat keputusan bukan untuk keuntungan sendiri melaikan keuntungan orang lain dan untuk kemuliaan Tuhan.

Presbu,thj, presbu,tou, o` (pre,sbuj (see presbeu,w)), an old man, an aged manPresbu,thj, presbu,tou, o` ( pre,sbuj ( lihat presbeu,w)), suatu ayah/suami, seorang manusia tua;
I. w`j as an adverb of comparison;

1. It answers to some demonstrative word (ou[twj, or the like), either in the same clause or in another member of the same sentence (cf. Winer's
w`j sebagai suatu kata keterangan perbandingan;

[Itu] jawaban atas beberapa kata demonstratif ( ou[twj, atau [seperti;suka]), yang manapun di (dalam) anak kalimat/ketentuan yang sama atau di (dalam) anggota [menyangkut] kalimat. Semua zaman selalu menghargai orang yang lebih tua, dan juga semua orang selalu menekankan untuk menghargai orang yang lebih tua. Bahkan banyak orang ingin selalu ingin di hargai walaupun pribadinya hampir tidak pernah menghargai orang lain. Tetapi Paulus disini mengutarakan pribadi sebagai orang tua, hanya sebagai cara untuk mempengaruhi Filemon supaya menerima Onesimus dengan kerelaan dan penuh dengan kasih yang dari Yesus Kristus.

Genna,w
genna,w, ge,nnw; future gennh,sw; 1 aorist evge,nnhsa; perfect gege,nnhka,; (passive, present genna,omai, gennwmai); perfect gege,nnhmai; 1 aorist evgennh,qhn; (from genna/|, poetic for ge,noj); in Greek writings from Pindar down; in the Septuagint for dl;y"; to beget

genna,w
 genna,w, ge,nnw; masa depan gennh,sw; 1 aorist evge,nnhsa; menyempurnakan gege,nnhka,;
            Kata ini menunjukkan keadaan Onesimus yaitu orang yang sudah berguna dihadapan Tuhan Yesus juga bagi Paulus dan juga bagi pelayanan banyak orang, artinya bahwa pribadi Onesimus adalah pribadi yang sudah berubah, pribadi yang sudah di menangkan Yesus Kristus. Paulus menuliskan surat ini kepada Filemon, agar Filemon memulai pekerjaan imannya, yaitu mengasihi orang lain. Peneliti meneliti, mengasihi disini bukan sekedar mengasihi seperti apa yang sudah biasa di lakukan oleh manusia terhadap manusia, tetapi mengasihi disini ialah mengasihi orang lain sebgaimana Tuhan mengasihi orang tersebut. 

Desmo,j
desmo,j, desmou/, o` (de,w) (from Homer down), a band or bond: (evlu,qh o` desmo,j th/j glw,sshj auvtou/, i. e. the impediment in his speech was removed);

 desmo,j
 desmo,j, desmou/, o` ( de,w) ( dari Homer bawah), suatu rombongan atau obligasi;ikatan. Arti kata ini ialah menunjukkan ikatan yang tidak terpisahkan antara sesama orang percaya, yaitu pribadi Paulus dengan Onesimus dan antara Onesimus dengan Filemon.

VOnh,simoj
VOnh,simoj, VOnhsi,mou, o` (i. e. profitable, helpful; from o;nhsij profit), Onesimus, a Christian, the slave of Philemon:
ONH,SIMOJ
ONH,SIMOJ, VONHSI,MOU, o` ( i. e. menguntungkan, sangat menolong; dari o;nhsij beruntung), Onesimus, suatu Kristen, budak Philemon;
Kalimat ini menyatakan tentang kahidupan Onesimus yang sudah berubah dari orang yang merugikan menjadi orang yang menguntungkan. Paulus meberitahukan keadaan Filemon, bahwa Onesimus sangat menguntungkan bagi peribadinya. Kalimat ini menyatkan bahwa setiap orang percaya hendaknya menjadi orang yang benar-benar meguntungkan bagi semua orang.

O[j o[j, h`, o`, the postpositive article, which has the force of:
postpositive artikel, yang (mana)  mempunyai kekuatan: a demonstrative pronoun, this, that  suatu kata ganti tunjuk, ini, bahwa.
Parakale,w parakale,w, parakalw/; imperfect 3 person singular pareka,lei, 1 and 3 person plural pareka,loun; 1 aorist pareka,lesa; passive, present parakalou/mai;  as in Greek writings to call to one's side, call for, summon: tina, with an infinitive indicating the purpose,
I.             seperti di Yunani Tulisan untuk [panggil/hubungi] ke sisi seseorang, meminta, memanggil: tina, dengan suatu infinitive menandakan tujuan.
II.           o address, speak to (call to, call on), which may be done in the way of exhortation, entreaty, comfort, instruction, o menunjuk, berkata kepada ( [panggil/hubungi] untuk, menyebut), yang (mana)  mungkin (adalah) dilaksanakan tentang desakan, permohonan sangat mendesak, kenyamanan, instruksi.

Pada bagian ini menunjukkan tentang tindakan Paulus yang sungguh-sungguh dalam menanggapi segala keadaan atau masalah yang dia hadapi dan masalah yang di hadapi oleh sahabat-sahabatnya /anggota-anggotanya. Kalau dari kata ini secara rasional bisa di kategorikan bahwa Paulus memaksakan kehendak dengan kalimat “mendesak”, tetapi kalimat ini tidaklah menunjukkan kepada kehendak Paulus melainkan hanya sebagai kata penekanan tentang kasihnya kepada Onesimus dan juga kepada Filemon, sebagaimana yang dikatakan Paulus dalam ayat 9, tentang memohon.

Te,knon .te,knon, te,knou, to, (ti,ktw, tekei/n), from Homer down, the Septuagint chiefly for !Be, sometimes for dl,y<, offspring; plural children; a. properly, a. universally and without regard to sex,

te,knon
te,knon, te,knou, untuk, ( ti,ktw, tekei/n), dari Homer bawah, Septuagint [yang] terutama untuk ! Jadilah, kadang-kadang untuk dl,y<, keturunan; anak-anak jamak; a. dengan baik, a. yang bersifat universal dan tanpa hormat ke jenis kelamin.

Dari pengertian kalimat ini  peneliti meneliti bahwa Paulus menekankan kasih yang universal kepada Filemon sebagai bukti yang telah memiliki iman, sebab iman itu harus berbuah dan buahnya ialah perbuatan yang benar-benar oleh dorongan kasih. Paulus juga menekankan tentang kehidupan Filemon agar tidak selalu memperhatikan  atau mempertahankan kedudukannya sebagi orang yang harus di hormati melainkan harus mampu melepaskan haknya untuk pelayanan gereja.


C. Pertumbuhan Gereja
1. Pengertian Pertumbuhan Gereja
RICK WARREN mengatakan bahwa :
“Pertumbuhan gereja itu terdiri dari lima segi : setiap gereja bertambah akrab dengan sesama melalui persekutuan, bertambah sungguh –sungguh melalui pemuridan, bertambah kuat melalui ibadat, bertambah besar malalui pelayanan, dan bertambah luas melalui penginjilan.[52]

Jadi gereja yang tidak mengalami keakrapan dengan sesame tapi hanya bertambah jiwa-jiwa maka itu tidaklah merupakan pertumbuhan gereja, tetapi merupakan pertambahan massa.
Ron Jenson & Jim Stevens mengatakan sebagaimana pendapat diatas, Pertumbuhan Gereja ialah : kenaikan yang seimbang dalam kuantitas, kualitas dan kompleksitas organisasi sebuah gereja lokal.[53] Dikatakan pertumbuhan gereja, pabila gereja bertumbuh. Gereja yang bertumbuh itu ialah adanya keseimbangan kuantitas jemaat yang terus meningkat jumlahnya. Gereja yang bertumbuh itu, apabila para jemaat atau anggota jemaat tersebut memahami bagaimana arti dan tujuan bergereja, itulah yang biasa di sebut kualitas. Selain itu juga adanya pertambahan pelaianan atau organisasi yang semakin berkembang oleh adanya pemuritdan untuk penginjilan.

2. Dasar Alkitab tentang Pertumbuhan Gereja
            Berbagai gereja yang sedang bertumbuh seringkali di jadikan acuan keberhasilan. Namun demikian, perlu melihat dinamika pertumbuhan gereja dalam perfektif Alkitab, sehingga gereja dan pertumbuhannya dapat di pahami dalam konteksnya. Sebelum membahas pertumbuhan gereja, pengertian gereja dan aspek yang berhubungan dengan gereja perlu di teliti.
            Ryrie menjelaskan perihal gereja dan tujan eksistensinya sebagai berikut :
“Dlam bahasa inggris, kata gereja yaitu “church” dan bentuk serumpunnya kirk yang berasal dari bahasa gerika kluriakon yang berarti milik Tuhan” ( 1 korintus 11 : 20 dan Wahyu 1 :10 ), hal ini menunjukkan hal lain seperti tempat atau orang atau denominasi atau tanah air yang bertalian dengan kelompok orang yang menjadi milik Tuhan”.[54]

Gereja itu adalah menunjuk kepada pribadi-pribadi manusia, bahwa dia telah menjadi milik Allah, yaitu dengan percaya dan taat kepada Yesus Kristus serta mengakui segala kasih Tuhan Yesus yang telah mengorbankan nyawaNya di kalvari, dimana Yesus menebus semua orang. Selamat oleh karena percaya dan oleh karena Iman, Yesus datang menebus manusia dari segala dosa melalui mencurahkan darah-Nya, darahNyalah sebagai persembahan kepada Allah, demi keselamatan umat-Nya. Dia adalah penyebab langsung dari pertumbuhan gereja, pekerjaan rohani hanya bisa di kerjakan oleh Roh Kudus. Dalam kerajaan Allah pernyataan tersebut menyakinkan : “Bukan dengan keperkesaan dan bukan dengan kekuatan melainkan dengan Roh-Ku, Firman Tuhan Semesta alam. GEORGE W. Peters menyatakan berita dari Allah :
Berorientasi dan berasal dari Allah , berakar pada Firman, Berkisar mengenai Kristus, menimbulkan keyakinan, membangkitkan kesadaran akan kekekalan.[55]
 Segala sesuatu yang baik, yang terjadi dalam pola pikiran manusia terutama dalam pertumbuhan gereja itu adalah rencana Allah dan oleh Kuasa Allah, dan di kerjakan oleh Roh Kudus untuk kemulian Allah. Para pemimpin gereja atau para misionaris gereja hendaknya menyadari semuanya ini untuk tidak membawa pada kejanggalan pelayanan, karena apabila tidak menyadarinya akan menimbulkan ke sombongan yang membuat pelayanan itu tidak akan bertumbuh bahkan mengarah kepada kemerosotan. Semuanya ini terjadi tergantung bagaimana sikap seorang pemimpinnya, sebuah gereja memerlukan kepemimpinan sebab gereja akan bangkit atau jatuh karena kepemimpinannya. RON JENSON & JIM STEVENS mengatakan :
Tanpa kepemimpinan ini tidak seorangpun yang akan melengkapi orang awam ada untuk terlibat dalam pelayanan dan tidak ada sebuah kelompok kecil yang member model suatu gaya hidup yang menciptakan kehausan diantara orang-orang gereja yaitu keinginan untuk menjadi terang yang bercahaya dan garam.[56]



3. Jenis-Jenis pertumbuhan.
3.1. Pertumbuhan Bersifat Kuantitatif
            Kuantitas atau kuantitatif ialah : banyaknya benda atau jumlah sesuatu.[57] Pertumbhan kuantitatif ialah pertumbuhan jiwa-jiwa, atau bertambahnya orang Kristen atau jemaat yang masuk kedalam gereja untuk beribadah kepada Tuhan. Pertumbuhan kuantitatif ini berkembang targantung pada perkembangan kepemimpinan. Sebab dengan kepemimpinan yang benar akan sangat berpengaruh kepada pertambahan jiwa-jiwa. Pemimpin menentukan bagaimana keadaan gereja atau organisasi akan mencapai tujuan atau keberhasilan setiap pekerjaan. Oleh karena demikian para pemimpin gereja di jaman Era Globalisasi ini harus memperhatikan kepemimpinannya, sehingga mampu mempengaruhi pola pikir orang-orang tersebut, guna mengembangkan pertumbuhan gereja secara kuantitatif.
Ron Jenson & Jim Stevens mengungkapkan :
 “Jika orang-orang  baru mengunjungi sebuah gereja tetapi melihat bahwa kurangnya kepemimpinan menghambat sebuah pelayanan, maka pertambahan kuantiatif akan berhenti atau menjadi lambat”.[58]
Seorang pemimpin itu harus memiliki sikap yang kreatif serta kepemimpinan yang berkontekstual, serta kepemimpinan yang rela berkorban dengan kasih. Dalam pengembangan pertumbuhan gereja secara kuantitatif ini, gereja harus menganalisis apakah seseorang itu sesuai untuk posisi kepemimpinan. Karena keberhasilan semua pekerjaan baik pekerjaan sekuler maupun keberhasilan Gerejawi adalah di tentukan oleh Pemimpinnya. Pemimpin gereja hendaknya menjalankan tugas pelayanan dengan berbagai cara, seperti menjalankan penginjilan, menjalankan ibadah komsel dan lain-lain.
 Untuk mengembangkan Pertumbuhan gereja ini para pemimpin gereja hendaknya memiliki sikap yang benar terhadap kepribadiannya, maksudnya para pemimpin gereja harus menjaga kekudusan dan tetap menjalin keintiman doa kepada Tuhan, untuk memperoleh karunia-karunia dan juga kuasa dalam berkhotbah, ROBERTS LIARDON berpendapat : “Anda tidak dapat mengaku-akui kuasa Allah kedalam hidup anda. Anda tidak dapat berjalan keliling sambil berkata saya mempunyai kuasa Allah, saya mempunyai kuasa” yang akan anda peroleh ialah hanyalah mulut yang letih.[59]
           
3.2. Pertumbuhan Bersifat Kualitatif
            Pertumbuhan kualitatif ialah pertumbuhan dalam kehidupan pribadi-pribadi, artinya semakin eratnya kasih terhadap sesama terlebih terhadap Tuhan. Pertumbuhan dalam kerjasama jemaat, sehingga satu tubuh (efesus 4 : 16  ), pemahaman akan doktrin  dan pendidikan, pertumbuhan akan realitas  ibadah. Segala sesuatu bergantung kepada perkembangan kepemimpinan, pelayanan kepada orang-orang dewasa, pemuda dan anak-anak harus di tangani dengan benar serta kesungguhan oleh orang – orang yang berkualitas. Dalam menjalankan hal seperti ini maka seorang pemimpin itu harus dengan tepat mengambil suatu keputusan tentang bagaimana menangani segala tugas-tugas pelayanan tersebut. Pemimpin hendaknya mengatur system pekerjaan yang benar atau pembagian tugas kepada para anggota-anggota pelayan. Kesungguhan pelayanan bergantung kepada tingkat mana orang-orang melayani sesuai dengan karunia-karunia mereka.


3.3. Pertumbuhan Organik
            Perkembangan organik ialah perkembangan organisasi dan struktur gereja. Organisasi ialah kesatuan yang terdiri atas bagian-bagian perkumpulan untuk tujuan tertentu, kelompok kerjasama antara orang yang di adakan untuk mencapai tujuan tertentu.[60] Dengan pengertian diatas maka pertumbuhan organik itu yalah perkembangan organisasi atau pengembangan kebersamaan antara sesama gereja untuk melakukan tujuan tertentu yang sudah di rencanakan, juga yang akan di rencanakan.
















[1] Prof. J. SUPRANTO, MA,APU. Jakarta : PT.RIneka CIPTA, 2003,hal 38
[2] Pdt. DR. Soenoe Raharjo, Metodologi Penelitian Lanjutan, Medan : Diktat, 2008 hal 6

[3] BRIAN J. BAILEY. Kepemimpinan, Jakarta : Voice Of Hope, 2005,hal2
[4] Alkitab Lukas 16: 10. Jakarta : LAI,
[5] Alkitab Amsal 11 : 14. Jakarta : LAI,
[6] Jeff Hammond, Leader Kepimimpinan yang sukses, (Jakarta : METANOIA,2003)hl 12.
[7] Eddie Gibbs,Kepemimpinan Gereja masa mendatang, Jakarra : BPK Gunung Mulia,2010hal23.
[8] John C. Maxwell, Mengembangkan Kepemimpinan di Dalam Diri Anda, Jakarta, Bina Rupa Aksara   1995, hal 1
[9] Diktat Pdt. A. Parhusip ST. SPdk, MABS, Pematang Siantar, hal 73.

[10] Winarno, Surakhmad. Pengantar penelitian Ilmiah. Tarsito, Bandung : Kalah Hidup. 1892, hal 34

[11]   Ibid, hal 43.
[12] Thomas S. Nasution. Penuntun membuat desertasi, thesis, skripsi, report, paper, Bandung, Jammares : 1980,hal 75.

[13] Kamus Besar Bahasa Indonesia, Dpdk Balai Pustaka 2007
[14] A. Parhuisip,ST,S.Th, MABS, Diktat kepemimpinan, Pematang Siantar 2011, hal6
[15] Eddie Gibbs, Kepemimpinan Gereja Masa Mendatang , Jakarra : BPK Gunung Mulia, 2010, hal 20
[16] A. Parhuisip, ST, S.Th, MABS, Diktat kepemimpinan, Pematang Siantar,2011,hal15

[17] A. Parhuisip,ST,S.Th, MABS, Diktat kepemimpinan,Pematang Siantar 2011, hal77
[18] Eddie Gibbs, Kepemimpinan Gereja Masa Mendatang, Jakarra : BPK Gunung Mulia, 2010, hal 3.
[19] Rick Joyner, Kepemimpinan Kekuatan dari Hidup yang Kreatif, Jakrta Barat : Nafiri Gabriel, 2004hal. 1.

[20] Eddie Gibbs,Kepemimpinan Gereja Masa Mendatang Jakarra :BPK Gunung Mulia,2010 hal 135
[21] Jeff Hammond, Leader Kepimimpinan yang sukses, Jakarta : METANOIA,2003, hal 6
[22] Joel Osteen, Become a  Better You, Jakarta : Immanuel 2010, pendahuluan hal xv

[23] J.oswald sanders. kepemimpinan rohani, Bandung, Yayasan Kalam Hidup, 1999, Hal 11
[24] Emanuel Gerrit Singgih, Ph.D. Dua konteks Tafsir-tafsir Perjanjianb lama sebagai respon atas perjalanan Reformasi Di Indonesia, Jakarta : BPK GUNUNG MULIA, 2009, hal. 48

[25] Emanuel Gerrit Singgih, Ph.D. Dua konteks Tafsir-tafsir Perjanjianb lama sebagai respon atas perjalanan Reformasi Di Indonesia  Jakarta : BPK GUNUNG MULIA, 2009, hal 52

[26] Rick Joyner, Kepemimpinan Kekuatan dari Hidup yang Kreatif, Jakrta Barat : Nafiri Gabriel, 2004hal 65

[27] Drs.Yunus Ciptawilangga, MBA dan Ir. Matius Hesyanto, SE, M.Sc, S.Si. M.Div, Menang dalam Persaingan Gereja, Jakarta: Metanoia 2006 hal39.
[28] John C. Maxwell, Mengembangkan Kepemimpinan di Dalam Diri Anda, Jakarta, Bina Rupa Akasara   1995, hal 82

[29] Roberts Liardon, Keberhasilan  dalam kehidupan dan pelayanan, Jakarta, Immanuel 2001 hal. 75
[30] George Barna, Afish out of Water, Jakarta, Immanuel 2006, Hal 153
[31]  Joel Osteen, Become a  Better You, Jakarta : Immanuel 2010, pendahuluan hal XV

[32] BRIAN J. BAILEY. Kepemimpinan,Jakarta : Voice Of Hope, 2005,hal31


[33] Alkitab PL, Jakarta : LAI, 2007, hal 602
[34] Emanuel Gerrit Singgih. Dua konteks Tafsir-tafsir Perjanjianb lama sebagai respon atas perjalanan Reformasi Di Indonesia, Jakarta 2009, hal 83

[35] Rick Joyner, Kepemimpinan Kekuatan dari Hidup yang Kreatif, Jakrta Barat : Nafiri Gabriel, 2004,hal 100
[36] A. Parhuisip,ST,S.Th, MABS, Diktat Teologia Pertumbuhan Gereja, Pematang Siantar 2010, hal 74
[37] Alkitab PL, Jakarta : LAI, 2007, hal 56
[38]A. Parhuisip,ST,S.Th, MABS, Diktat kepemimpina Kristen, Pematang Siantar 2010, hal 75 

[39] Yakob Tomatala. Kepemimpinan Kristen, Jakarta 2002, hal 41
[40] J. Dwinght Pentecost. Pertolongan Tuhan atas Persoalan saya, Jakrta : BPK Gunung Mulia, 1974 hal 70

[41] CRAIG GROESCHEL. Bagaimana Gereja dapat memiliki sesuatu dan mempertahankan sesuatu itu, Jakarta : Metanoia Publising 2009, hal 214

[42] Yakob Tomatala. Kepemimpinan Kristen, Jakarta 2002, hal 85

[43] Eddie Gibbs,Kepemimpinan Gereja Masa Mendatang Jakarra :BPK Gunung Mulia,2010 hal 95
[44] B. Parhusip, M.Th, diktat Introduksi Perjanjian Baru, Pematang Siantar 2007,hl 85
[45]Rainer Scheunemann, Th. D. Tefsiran Alkitab Surat Paulus kepada Filemon, Jakarta : PT. BPK Gunung Mulia, 2006 hal.1

[46] LAI, RAINBOW, 2008
[47]  LAI. Filemon 1 : 1-2,  Jakarta : 2007
[48]  B. Parhusip, M.Th, diktat Introduksi Perjanjian Baru, Pematang Siantar 2007,hl 85


[49] Surayin. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Bandung : 2007, hal 392

[50] Rainner Scheunemann. Tafsiran Surat Paulus kepada Filemon, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2006, hal48.


[51] Rainner Scheunemann. Tafsiran Surat Paulus kepada Filemon, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2006, hal 51
[52] RICK WARREN. The Purpose Driven Church-Gereja Yang Digerakkan Oleh Tujuan, Malang Jawa Timur : GANDUMAS, 2006, Hal 55
[53] Ron Jenson & Jim Stevens. Dinamika Pertumbuhan Gereja, Malang Jawa Timur : Gandu Mas, 2004, hal 8

[54] A. Parhuisip,ST,S.Th, MABS, Diktat Teologia Pertumbuhan Gereja, Pematang Siantar 2010, hal 1

[55] George W. Peters. Teologi Pertumbuhan Gereja. Malang : Gandumas, 2002, hal 116

[56] Ron Jenson & Jim Stevens. Dinamika Pertumbuhan Gereja, Malang Jawa Timur : Gandu Mas, 2004, hal 150
[57]  Surayin. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Bandung : YRAMA WIDIA,  2007, hal 260

[58] Ron Jenson & Jim Stevens. Dinamika Pertumbuhan Gereja, Malang Jawa Timur : Gandu Mas, 2004, hal 165

[59] Roberts liardon. Keberhasilan dalam kehidupan dan pelayanan, Jakarta : IMMANUEL, 2001, hal 31

[60]  Surayin. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Bandung : 2007, hal 389

1 komentar:

  1. Terima kasih ...
    Bagi Saudara yang sedang mencari ebook rohani, silakan kunjungi kami di http://visichristianstore.com/?product_cat=e-book.
    Tuhan memberkati.

    BalasHapus